Telegram Web Link

JIWA TARBAWI 476



Dakwah bukan paksaan ....

Dakwah bukan pemaksaan pemikiran ...

Dakwah bukan indoktrinasi ...


وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ لَآمَنَ مَن فِي الْأَرْضِ كُلُّهُمْ جَمِيعًا أَفَأَنتَ تُكْرِهُ النَّاسَ حَتَّىٰ يَكُونُوا مُؤْمِنِينَ ﴿يونس: ٩٩﴾

Dan jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya?

Yunus : 99



Dakwah adalah hikmah kebijaksanaan...

Dakwah adalah nasihat dan pengajaran ...

Dakwah adalah hujjah yang terang dan jelas ....


ادْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُم بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَن ضَلَّ عَن سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ ﴿النحل: ١٢٥﴾

Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.

An Nahlu : 125

قُلْ هَـٰذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّـهِ عَلَىٰ بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي وَسُبْحَانَ اللَّـهِ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ ﴿يوسف: ١٠٨﴾

Katakanlah: "Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik".

Yusuf : 108


قُلْ فَلِلَّـهِ الْحُجَّةُ الْبَالِغَةُ فَلَوْ شَاءَ لَهَدَاكُمْ أَجْمَعِينَ ﴿الأنعام: ١٤٩﴾

Katakanlah: "Allah mempunyai hujjah yang jelas lagi kuat; maka jika Dia menghendaki, pasti Dia memberi petunjuk kepada kamu semuanya".

Al An’am : 149


Justeru, berdakwahlah dengan ilmu dan bashirah terhadap agama, dan bukan dengan hawa nafsu...



ABi
JIWA TARBAWI 477


Bila jiwa rasa ‘down’ ...


Wiridkanlah di lidahmu tasbih Nabi Yunus 

لا إِلَهَ إِلا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ (٨٧) ( سورة الأنبياء )

Sesungguhnya tiada Tuhan melainkan Engkau (ya Allah)! Maha Suci Engkau Sesungguhnya aku adalah dari orang-orang yang menganiaya menzalimi diri sendiri.۝


Dalam hadis sahih riwayat Imam Nasai’:

أَلَا أُخْبِرُكُمْ، أَوْ أُحَدِّثُكُمْ بِشَيْءٍ إِذَا نَزَلَ بِرَجُلٍ مِنْكُمْ كَرْبٌ، أَوْ بَلَاءٌ مِنْ الدُّنْيَا دَعَا بِهِ فَرَّجَ عَنْهُ؟ فقيل له: بَلَى، قَالَ: دُعَاءُ ذِي النُّونِ: لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ ، إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ.

Nabi sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Mahukah aku beritahu kamu sesuatu, bilamana seseorang itu bersedih atau ditimpa kesusahan dan dia berdoa dengan ucapan ini nescaya terlepas ia dari masalah tersebut.

Para Sahabat menjawab, “Mahu wahai Rasulullah”.

Nabi sallallahu ‘alaihi wa sallam menyambung, “Ucapkanlah doa Zinnun ( Yunus) ‘Lailaha....”.


Dalam hadis sahih riwayat Imam Tarmizi:


فإنها لم يدع بها رجل مسلم في شيء إلا استجاب له.

Nabi sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Doa Zinnun yang diucapkannya kepada TuhanNya dalam munajatnya, sesungguhnya tiada seorang Muslim berdoa dengan doa ini melainkan Allah memakbulkannya.


Tasbih Nabi Yunus ini adalah antara Ismul A’zam. Doa yang dimunajatkan oleh Nabi Allah yang mulia iaitu Yunus ‘alaihissalaam. Tasbih ini didengari oleh para malaikat walaupun ketika itu Nabi Yunus berada dalam perut ikan paus.

Justeru, perbanyakkanlah sebutan tasbih ini di lidahmu...



لا إِلَهَ إِلا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ



ABi
JIWA TARBAWI 478


Imam Abdul Wahab As Sya’rani menulis dalam kitabnya Tanbih al Mughtarrin (Peringatan bagi Orang-orang yang Tertipu):

" Celalah diri sendiri sebelum mencela orang lain. Kerana orang yang suka mencela orang lain dan tidak mencela diri sendiri termasuk orang yang celaka dan berkelakuan seperti Iblis.Iblis jadi celaka kerana lima perkara:

1. Tidak mengakui dosa-dosanya,
2. Tidak menyesali atas dosa-dosanya,
3. Tidak mencela dirinya,
4. Tidak segera bertaubat,
5. Putus asa dari rahmat Allah ta’ala. "


Belajarlah dari ayat Allah ta’ala,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِّن قَوْمٍ عَسَىٰ أَن يَكُونُوا خَيْرًا مِّنْهُمْ وَلَا نِسَاءٌ مِّن نِّسَاءٍ عَسَىٰ أَن يَكُنَّ خَيْرًا مِّنْهُنَّ ۖ وَلَا تَلْمِزُوا أَنفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ ۖ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الْإِيمَانِ ۚ وَمَن لَّمْ يَتُبْ فَأُولَـٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ ﴿١١﴾

Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.

Al Hujurat : 11


Justeru, diri dan nafsu mu lebih utama untuk kau cela ...wahai saudaraku




ABi
JIWA TARBAWI 479



Diam yang menyelamatkan ...


عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ صَمَتَ نَجَا

Dari Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu’anhuma, Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Barangsiapa yang diam maka dia akan selamat.”

HR. Tirmizi, Ahmad



قال ابن عبد البر رحمه الله :

" الْكَلَام بِالْخَيْرِ مِنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَتِلَاوَةِ الْقُرْآنِ وَأَعْمَالِ الْبِرِّ أَفْضَلُ مِنَ الصَّمْتِ ، وَكَذَلِكَ الْقَوْلُ بِالْحَقِّ كُلُّهُ وَالْإِصْلَاحُ بَيْنَ النَّاسِ وَمَا كَانَ مِثْلَهُ ، وَإِنَّمَا الصَّمْتُ الْمَحْمُودُ الصَّمْتُ عَنِ الْبَاطِلِ .”

انتهى من التمهيد (22/ 20) .

Berkata Ibnu Abdil Bar rahimahullahu ta’ala,

“ Perkataan yang baik adalah antaranya : zikrullah, membaca Al Qur'an, dan melakukan amalan-amalan ketaatan, lebih afdhal dari DIAM,

Dan demikian juga, lebih afdhal daripada diam, (ialah) berkata dengan kebenaran dan memperbaiki keadaan manusia  dan yang semisalnya,

Dan hanyalah DIAM YANG TERPUJI ADALAH DIAM DARI KEBATILAN (maksudnya diam dengan berhenti dari berkata dengan kebatilan dan mendekatinya- pent )

( nuqilan Kitab  TAMHID 20/22)


Diam adalah uslub didikan terhadap lidah manusia...

عَنْ أَبِي مُوسَى رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ
قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيُّ الْإِسْلَامِ أَفْضَلُ قَالَ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ

Dari Abu Musa radhiyallahu’anhu, beliau menceritakan bahwa para Sahabat bertanya kepada Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam,

“Wahai Rasulullah! Islam manakah yang lebih utama?” Beliau menjawab, “iaitu orang yang membuat kaum muslimin yang lain selamat dari gangguan lisan dan tangannya.”

HR. Bukhari ,Muslim

Imam an-Nawawi rahimahullah berkata,

“Sabda Baginda sallallahu ‘alaihi wa sallam, “Iaitu orang yang membuat kaum muslimin yang lain selamat dari gangguan lisan dan tangannya.” Maknanya adalah orang yang tidak menyakiti seorang muslim, baik dengan ucapan maupun perbuatannya. Disebutkannya tangan secara khusus disebabkan sebagian besar perbuatan dilakukan dengannya.”

(lihat Syarh Muslim [2/93] ,Dar Ibnu al-Haistam)


Imam al-Khattabi rahimahullah berkata,

“Maksud hadis ini adalah bahawa kaum muslimin yang paling utama adalah orang yang selain menunaikan hak-hak Allah ta’ala dengan baik maka dia pun menunaikan hak-hak sesama kaum muslimin dengan baik pula.”

(lihat Fath al-Bari [1/69],Dar al-Hadis)


Ada masanya seorang muslim itu perlukan masa beruzlah ( mengasingkan dirinya ) demi memelihara diri dan agamanya. Dan dalam memelihara diri dan agama, menjaga lidahlah uslub yang paling utama.

Fudhail bin ‘Iyadh ( seorang tabi’ at tab’in ) rahimahullah berkata,

“Sekarang ini bukanlah masa untuk banyak berbicara. Ini adalah masa untuk lebih banyak diam dan menetapi rumah.”

Beliau juga berkata,

“Hendaknya kamu disibukkan dengan memperbaiki dirimu, janganlah kamu sibuk membicarakan orang lain. Barangsiapa yang sentiasa disibukkan dengan membicarakan orang lain maka sungguh dia telah terpedaya.”

(lihat ar-Risalah al-Mughniyah fi as-Sukut wa Luzum al-Buyut)

Sebahagian hukama’ ( orang bijaksana) mengatakan dalam syairnya:

“ Kita mencela masa, padahal aib itu ada dalam diri kita,
Tidaklah ada aib pada masa kita kecuali kita *

“Kita mencerca masa, padahal dia tidak berdosa,
Seandainya masa bicara, niscaya dia lah yang akan mencerca kita*

“ Agama (di sisi nafsu) kita hanyalah pura-pura dan riya’ belaka,
Kita kelabui orang-orang yang melihat kita* “.

(lihat ar-Risalah al-Mughniyah fi as-Sukut wa Luzum al-Buyut)


Di zaman fitnah kini, berhati-hatilah wahai saudaraku....

عن أبي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَتَكُونُ فِتَنٌ الْقَاعِدُ فِيهَا خَيْرٌ مِنْ الْقَائِمِ وَالْقَائِمُ فِيهَا خَيْرٌ مِنْ الْمَاشِي وَالْمَاشِي فِيهَا خَيْرٌ مِنْ السَّاعِي وَمَنْ يُشْرِفْ لَهَا تَسْتَشْرِفْهُ وَمَنْ وَجَدَ مَلْجَأً أَوْ مَعَاذًا فَلْيَعُذْ بِهِ
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ’anhu, Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Akan terjadi berbagai fitnah (kekacauan dan permusuhan). Pada saat itu, orang yang duduk lebih baik daripada yang berdiri. Orang yang berdiri lebih baik daripada yang berjalan. Orang yang berjalan lebih baik daripada yang berlari. Barangsiapa yang menceburkan diri ke dalamnya niscaya dia akan ditelan olehnya. Dan barangsiapa yang mendapatkan tempat perlindungan hendaklah dia berlindung dengannya.”

HR. Bukhari, Muslim

Al Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata,

“Hadis ini berisi peringatan keras supaya menjauh dari fitnah dan anjuran untuk tidak turut campur di dalamnya, sedangkan tingkat keburukan yang dialaminya tergantung pada sejauh mana keterkaitan dirinya dengan fitnah itu.”

(lihat Fath al-Bari [11/37] ,Dar al-Hadis)

Imam ath-Thabari rahimahullah berkata,

“Pendapat yang tepat adalah fitnah di sini pada asalnya bermakna ujian atau cobaan. Adapun mengingkari kemungkaran adalah sesuatu yang wajib dilakukan oleh setiap orang yang mampu melakukannya. Barangsiapa yang membantu pihak yang benar maka dia telah bersikap benar, dan barangsiapa yang membela pihak yang salah maka dia telah keliru.”

(lihat Fath al-Bari [11/37],Dar al-Hadis)

Thawus menceritakan: Tatkala terjadi fitnah terhadap ‘Utsman radhiyallahu’anhu, ada seorang lelaki arab yang berkata kepada keluarganya, “Aku telah gila, maka ikatlah diriku”. Maka mereka pun mengikatnya. Ketika fitnah itu telah reda, dia pun berkata kepada mereka, “Lepaskanlah ikatanku. Segala puji bagi Allah yang telah menyembuhkanku dari kegilaan dan telah menyelamatkan diriku dari turut campur dalam fitnah pembunuhan ‘Utsman.”

Terkadang menjauhi urusan duniawi jauh lebih besar manfaatnya demi mengambil berat kebaikan dan keselamatan diri sendiri.

Al Hasan rahimahullah mengatakan,

“Salah satu tanda bahwa Allah mulai berpaling dari seorang hamba adalah tatkala dijadikan dia disibukkan dalam hal-hal yang tidak penting bagi dirinya.”

Sedangkan di antara kebaikan seseorang muslim itu ialah ia meninggalkan apa yang tidak berfaedah untuk dirinya.


عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ حُسْنِ إِسْلَامِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لَا يَعْنِيهِ

dari Abu Hurairah dia berkata bahwa Rasulullah sallallahu 'alaihi wa salam bersabda:

“ Di antara tanda baiknya Islam seseorang adalah meninggalkan sesuatu yang tidak bermanfaat baginya.”

HR Tirmizi


Justeru, alangkah baiknya jika perkataanmu itu hanyalah yang b aik-baik sahaja, ataupun jika engkau terasa mahu berkata yang buruk dan jahat maka tahankanlah dirimu kerana diam ketika itu adalah satu ibadah yang berpahala dan menyelamatkan ...

وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ

“ dan barangsiapa beriman kepada Allah dan hari Akhir hendaknya ia berkata baik atau diam.
Wallahul musta’an. “

HR Bukhari, Muslim



ABi
JIWA TARBAWI 480



Di antara sifat Allah yang maha agung, yang Ia jadikan di antara makhlukNya, ialah RAHMAH. Bahkan di dalam Al Quran nama AR RAHMAN dan AR RAHIM kerap digunakan untuk memperkenalkan diriNYA kepada manusia.

وَإِلَـٰهُكُمْ إِلَـٰهٌ وَاحِدٌ لَّا إِلَـٰهَ إِلَّا هُوَ الرَّحْمَـٰنُ الرَّحِيمُ ﴿البقرة: ١٦٣﴾

Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan melainkan Dia Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

Al Baqarah : 163

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

«خَلَقَ اللهُ مِائَةَ رَحْمَةٍ، فَوَضَعَ وَاحِدَةً بَيْنَ خَلْقِهِ وَخَبَأَ عِنْدَهُ مِائَةً إِلَّا وَاحِدَةً»

“Allah menciptakan 100 bahagian rahmat, lalu Allah meletakkan satu bahagian rahmat di antara makhluqNya dan Allah menyimpan 99 bahagian rahmat di sisiNya”

HR Muslim

Nabi kita Muhammad sallallahu ‘alaihi wasallam adalah makhluk Allah yang paling penyayang, dan di antara nama-nama Baginda adalah نَبِيُّ الرَّحْمَةِ  ( Nabi kasih sayang ).


Allah 'azza wa jalla, mengutus Baginda sebagai rahmat untuk seluruh makhluk

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ

Dan Tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.

Al Anbiyaa’ : 107

Nabi sallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

الرَّاحِمُوْنَ يَرْحَمُهُمُ الرَّحْمَانُ، اِرْحَمُوا مَنْ فِي الأَرْضِ يَرْحَمْكُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ

“Orang-orang yang mengasihi dirahmati oleh Ar-Rahman (Yang Maha Pengasih), kasihilah yang ada di bumi nicaya yang di langit akan mengasihi kalian”

HR Abu Dawud

Di antara orang-orang yang masuk syurga adalah kaum yang hatinya penuh dengan rahmat dan kelembutan disertai keimanan. Nabi sallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

وَأهل الْجنَّة ثلاثةٌ: ذُو سُلْطَان مقسط متصدق موفق. وَرجل رحيمٌ رَقِيق الْقلب لكل ذِي قربى وَمُسلم.
وعفيفٌ متعفف ذُو عِيَال

“Dan penghuni syurga tiga golongan, (1) pemilik kekuasaan yang adil, dermawan, lagi mendapat petunjuk, (2) lelaki yang pengasih, berhati lembut kepada setiap kerabat dan setiap muslim, (3) dan seorang yang menjaga harga dirinya (dari perkara yang haram) dan berusaha menjaga dirinya (untuk tidak minta-minta) sementara ia memiliki anak-anak (yang dibawah tanggungannya-pen)”

HR Muslim

Hati yang keras adalah akibat kosongnya dari kasih sayang, Allah ta'ala telah mencela sebagian kaum, sebagaimana firmanNya :

ثُمَّ قَسَتْ قُلُوبُكُمْ مِنْ بَعْدِ ذَلِكَ

Kemudian setelah itu hati kalian menjadi keras

Al Baqarah : 74

Al-Baghawi berkata :

يَبِسَتْ وَجَفَّتْ، جَفَافُ الْقَلْبِ: خُرُوْجُ الرَّحْمَةِ وَاللِّيْنِ عَنْهُ

“Iaitu hati kalian kering, dan keringnya hati dengan keluarnya rahmat dan kelembutan darinya”

Hal ini merupakan tanda kesengsaraan, Nabi sallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

لاَ تُنْزَعُ الرَّحْمَةُ إِلاَّ مِنْ شَقِيٍّ

“Tidaklah dicabut rahmat kecuali dari orang yang sengsara”

HR Abu Dawud

Barangsiapa yang tidak mengasihi makhluk maka Allah tidak mengasihinya. Nabi sallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

لاَ يَرْحَمُ اللهَ مَنْ لاَ يَرْحَمُ النَّاسَ

“Allah tidak mengasihi orang yang tidak mengasihi manusia”

HR Bukhari

Saling mengasihi di antara orang-orang yang beriman menjadikan mereka seperti tubuh yang satu. Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

تَرَى الْمُؤْمِنِيْنَ فِي تَرَاحُمِهِمْ وَتَوَادِّهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ كَمَثَلِ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى عُضْوًا تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ جَسَدِهِ بِالسَّهْرِ وَالْحُمَّى

“Engkau melihat kaum mukminin dalam saling mengasihi di antara mereka, saling mencintai di antara mereka, saling lembut diantara mereka seperti satu tubuh, jika salah satu anggota tubuh sakit, maka seluruh anggota tubuh yang lain ikut sakit demam dan tidak tidur malam”

HR Bukhari dan Muslim


Justeru, ...

Kasihilah, dan kasihanilah para mad'unmu ( orang-orang yang didakwah ), walaupun siapa mereka dan bagaimana keadaan mereka. Mungkin mereka jahil, pelaku maksiat, bahkan mungkin belum mendapat hidayat untuk menerima Islam.
Mereka perlukan ilmu, dakwah, islah dan kasih sayang dalam melepaskan kejahilan , kemungkaran dan kekufuran mereka.

وَعَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ – رضي الله عنه – قَالَ: – جَاءَ أَعْرَابِيٌّ فَبَالَ فِي طَائِفَةِ اَلْمَسْجِدِ, فَزَجَرَهُ اَلنَّاسُ, فَنَهَاهُمْ اَلنَّبِيُّ – صلى الله عليه وسلم – فَلَمَّا قَضَى بَوْلَهُ أَمَرَ اَلنَّبِيُّ – صلى الله عليه وسلم – بِذَنُوبٍ مِنْ مَاءٍ; فَأُهْرِيقَ عَلَيْهِ. – مُتَّفَق عليه

Dari Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu, katanya: “Datang seorang A’rabi (orang pedalaman) lalu dia kencing pada dinding masjid, maka manusia mencegahnya, namun Nabi sallallahu 'alaihi wa sallam melarang mereka (untuk mencegah kencing si Badui, pen). Ketika orang itu sudah selesai kencing, maka Nabi sallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk membawa air yang banyak, lalu menyiramkan air kencing tersebut.

Hadis Muttafaq ‘Alaihi


Bahkan, siapa yang tergelincir kakinya hingga terjerumus dalam kemaksiatan sekali pun, ia berhak untuk mendapatkan kasih sayang dengan dinasihati dan didoakan hidayah baginya. Didatangkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam seorang yang telah meminum arak, maka Nabi berkata, “Pukullah ia”. Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu berkata, “Di antara kami ada yang memukulnya dengan tangannya, ada yang memukul dengan sendalnya, ada yang memukul dengan bajunya”. Tatkala orang tersebut pergi sebagian orang berkata, أَخْزَاكَ اللهُ “Semoga Allah menghinakanmu”, maka Rasulullah sallahu 'alaihi wa sallam berkata :

لاَ تَقُوْلُوا هَكَذَا، لاَ تُعِيْنُوا عَلَيْهِ الشَّيْطَانَ، وَلَكِنْ قُوْلُوْ : رَحِمَكَ اللهُ

“Janganlah kalian berkata demikian !,  janganlah kalian membantu syaitan untuk (menjatuhkan)nya !, akan tetapi katakanlah ; “Semoga Allah merahmatimu”

HR Ahmad

Dari Abu Nujaid ‘Imran bin Al Hushain Al Khuza’i, ia berkata,

أَنَّ امْرَأَةً مِنْ جُهَيْنَةَ أَتَتْ نَبِىَّ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَهِىَ حُبْلَى مِنَ الزِّنَى فَقَالَتْ يَا نَبِىَّ اللَّهِ أَصَبْتُ حَدًّا فَأَقِمْهُ عَلَىَّ فَدَعَا نَبِىُّ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَلِيَّهَا فَقَالَ « أَحْسِنْ إِلَيْهَا فَإِذَا وَضَعَتْ فَائْتِنِى بِهَا ». فَفَعَلَ فَأَمَرَ بِهَا نَبِىُّ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَشُكَّتْ عَلَيْهَا ثِيَابُهَا ثُمَّ أَمَرَ بِهَا فَرُجِمَتْ ثُمَّ صَلَّى عَلَيْهَا فَقَالَ لَهُ عُمَرُ تُصَلِّى عَلَيْهَا يَا نَبِىَّ اللَّهِ وَقَدْ زَنَتْ فَقَالَ « لَقَدْ تَابَتْ تَوْبَةً لَوْ قُسِمَتْ بَيْنَ سَبْعِينَ مِنْ أَهْلِ الْمَدِينَةِ لَوَسِعَتْهُمْ وَهَلْ وَجَدْتَ تَوْبَةً أَفْضَلَ مِنْ أَنْ جَادَتْ بِنَفْسِهَا لِلَّهِ تَعَالَى »

Ada seorang wanita dari Bani Juhainah mendatangi Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam sedangkan ia sedang hamil kerana berzina. Wanita ini lalu berkata kepada Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam, “Ya Rasulullah, aku telah melakukan sesuatu yang perbuatan tersebut layak mendapati hukuman rejam. Laksanakanlah hukuman had atas diriku.” Nabi sallallahu ‘alaihi wa sallam lantas memanggil wali wanita tersebut lalu beliau berkata pada walinya, “Berbuat baiklah pada wanita ini dan apabila ia telah melahirkan (kandungannya), maka datanglah padaku (dengan membawa dirinya).” Wanita tersebut pun menjalani apa yang diperintahkan oleh Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam. Setelah itu, beliau meminta wanita tersebut dipanggil dan diikat pakaiannya dengan erat (agar tidak terbuka auratnya ketika menjalani hukuman rejam, -pen). Kemudian saat itu diperintah untuk dilaksanakan hukuman rejam. Setelah matinya wanita tersebut, beliau menyolatkannya. ‘Umar pun mengatakan pada Nabi sallallahu ‘alaihi wa sallam, “Engkau menyolatkan dirinya, wahai Nabi Allah, padahal dia telah berbuat zina?” Beliau bersabda, “Wanita ini telah bertaubat dengan taubat yang seandainya taubatnya tersebut dibahagi kepada 70 orang dari penduduk Madinah maka itu mencukupi bagi mereka. Apakah engkau dapati taubat yang lebih baik dari seseorang mengorbankan jiwanya kerana Allah Ta’ala?”

HR. Muslim no. 1696
Sehinggakan, biarpun penduduk Thaif yang masih kufur, bertindak memukul Nabi sallahu 'alaihi wa sallam hingga darahnya yang mulia mengalir ke tumit, Baginda tetap mendoakan memohon hidayat daripada Allah untuk mereka. Tatkala kaumnya itu menyakitinya maka malaikat gunung berseru kepadanya dan memberi salam kepadanya dan berkata,

يَا مُحَمَّدُ، إِنْ شِئْتَ أَنْ أُطْبِقَ عَلَيْهِمُ الأَخْشَبَيْنِ

“Wahai Muhammad, jika kau mahu maka aku akan menimpakan dua gunung kepada mereka” Maka Nabi sallahu 'alaihi wa sallam berkata :

«بَلْ أَرْجُو أَنْ يُخْرِجَ اللهُ مِنْ أَصْلَابِهِمْ مَنْ يَعْبُدُ اللهَ وَحْدَهُ لَا يُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا»

“Bahkan aku berharap Allah mengeluarkan dari keturunan mereka orang yang menyembah Allah semata dan tidak menyekutukanNya dengan sesuatupun”

HR Bukhari dan Muslim

Pernah seseorang meminta agar Nabi sallahu 'alaihi wa sallam , “Berdoalah kecelakaan bagi kaum musyrikin”, maka Baginda berkata :

إِنِّي لَمْ أُبْعَثْ لَعَّانًا وَإِنَّمَا بُعِثْتُ رَحْمَةً

“Sesungguhnya aku tidak diutus sebagai tukang laknat, akan tetapi aku diutus sebagai rahmat”

HR Muslim



Kasihilah, dan kasihanilah anak-anak muda. Mereka perlukan bimbingan dan asuhan. Celaan dan cercaan hanya akan lebih menjauhkan mereka hidayat Allah. Nabi sallahu 'alaihi wa sallam sangat kasih kepada para pemuda.

Malik bin Al-Huwairits berkata :

أَتَيْنَا رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَنَحْنُ شَبَبَةٌ مُتَقَارِبُونَ، فَأَقَمْنَا عِنْدَهُ عِشْرِينَ لَيْلَةً، فَظَنَّ أَنَّا قَدِ اشْتَقْنَا أَهْلَنَا، فَسَأَلَنَا عَنْ مَنْ تَرَكْنَا مِنْ أَهْلِنَا، فَأَخْبَرْنَاهُ، وَكَانَ رَقِيقًا رَحِيمًا فَقَالَ: «ارْجِعُوا إِلَى أَهْلِيكُمْ، فَأَقِيمُوا فِيهِمْ وَعَلِّمُوهُمْ، وَمُرُوهُمْ وَصَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُوْنِي أُصَلِّي، فَإِذَا حَضَرَتِ الصَّلَاةُ فَلْيُؤَذِّنْ لَكُمْ أَحَدُكُمْ، ثُمَّ لِيَؤُمَّكُمْ أَكْبَرُكُمْ»

Kami mendatangi Nabi sallallahu ‘alaihi wasallam mendatangi dan kami adalah para pemuda yang sebaya umur, maka kami pun tinggal bersama Nabi selama 20 hari, dan Bagnda menduga bahawa kami rindu dengan keluarga kami dan  Baginda bertanya kepada kami tentang yang kami tinggalkan di keluarga kami. Maka kami pun mengkhabarkan kepada Baginda, dan Baginda adalah seorang yang penuh lembut dan kasih sayang. Lalu Baginda berkata : “Pulanglah kamu ke keluarga kamu, ajarilah mereka, dan solatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku solat. Jika telah tiba waktu solat maka hendaknya salah seorang dari kamu mengumandangkan azan kemudian yang paling tua diantara kamu yang menjadi imam”

HR Bukhari dan Muslim



Kasihilah, dan kasihanilah anak-anak kecil. Yang lebih sering dimarahi dan diherdik, terutamanya ketika di masjid dan tempat-tempat pengajian ilmu. Sedangkan mereka sewajarnya dididik dan digembirakan .

كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْطُبُ، فَجَاءَ الْحَسَنُ، وَالْحُسَيْنُ يَمْشِيَانِ وَيَعْثُرَانِ، فَنَزَلَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنَ الْمِنْبَرِ، فَحَمَلَهُمَا فَوَضَعَهُمَا بَيْنَ يَدَيْهِ، ثُمَّ قَالَ: ” صَدَقَ اللهُ وَرَسُولُهُ: {إِنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ} [التغابن: 15] نَظَرْتُ إِلَى هَذَيْنِ الصَّبِيَّيْنِ يَمْشِيَانِ وَيَعْثُرَانِ، فَلَمْ أَصْبِرْ حَتَّى قَطَعْتُ حَدِيثِي وَرَفَعْتُهُمَا

Suatu hari Rasulullah sedang berkhutbah, lalu datanglah Al-Hasan dan Al-Husain radhiallahu ‘anhuma, keduanya berjalan dan terjatuh. Maka Nabi pun turun dari mimbar lalu menggendong keduanya dan meletakannya di hadapan Baginda, lalu berkata : “Sungguh benar Allah dan RasulNya ((Sesungguhnya harta kalian dan anak-anak kalian adalah fitnah - At Taghabun,15)), aku melihat kedua anak ini berjalan dan terjatuh, maka aku tidak mampu bersabar hingga aku memotong khutbahku dan mengangkat keduanya”

HR Ahmad

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,

“Dan ini adalah termasuk kesempurnaan kasih sayang Nabi dan kelembutan Baginda kepada anak-anak, dan ini merupakan pelajaran dari Baginda untuk umatnya tentang kasih sayang dan kelembutan kepada anak-anak”
Kasihilah, dan kasihanilah kaum wanita muslimah. Permudahkanlah mereka dan usah disusahkan. Nabi pengasih kepada para wanita, beliau mempercepat solat Baginda agar tidak memberatkan ibu dan anaknya.

Rasulullah sallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

إِنِّي لأدخل فِي الصَّلَاة وَأَنا أُرِيد إطالتها، فَأَسْمع بكاء الصَّبِي، فأتجوز فِي صَلَاتي مِمَّا أعلم من شدَّة
وجد أمه من بكائه

“Sungguh aku masuk dalam solat dan aku ingin memanjangkan solat, lalu aku mendengar tangisan anak kecil, maka akupun mempercepat solatku kerana aku tahu beratnya perasaan ibunya kerana tangisan anaknya”

HR Bukhari



Wahai para ilmuwan, para murabbi , para pendakwah, ...tebarkanlah rahmah kasih sayang melalui ilmu mu. Sesungguhnya agama Allah adalah agama kasih sayang.

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata :

هَكَذَا الرَّجُلُ كُلَّمَا اتَّسَعَ عِلْمُهُ اتَّسَعَتْ رَحْمَتُهُ

“Demikianlah seseorang, semakin luas ilmunya maka semakin luas pula kasih sayangnya”


Rasulullah sallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّمَا يَرْحَمُ مِنْ عِبَادِهِ الرُّحَمَاءَ

“Sesungguhnya hamba-hamba Allah yang dirahmatiNya adalah para penyayang”

HR Bukhari dan Muslim





هَلْ جَزَاءُ الإحْسَانِ إِلا الإحْسَانُ

Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula).

Ar-Rahman : 60

 



ABi
JIWA TARBAWI 481




Di antara khauf ( خوف ) iaitu takut bimbang, dan raja' ( رجاء ) iaitu mengharapkan rahmatNya .....


Takut dan bimbang kalaulah tergolong di kalangan ahlul Ibadah tetapi yang berterusan dalam maksiat,.... alangkah ruginya,

عن ثَوْبَانَ رضي الله عنه عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ لَأَعْلَمَنَّ أَقْوَامًا مِنْ أُمَّتِي يَأْتُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِحَسَنَاتٍ أَمْثَالِ جِبَالِ تِهَامَةَ بِيضًا فَيَجْعَلُهَا اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ هَبَاءً مَنْثُورًا قَالَ ثَوْبَانُ يَا رَسُولَ اللَّهِ صِفْهُمْ لَنَا جَلِّهِمْ لَنَا أَنْ لَا نَكُونَ مِنْهُمْ وَنَحْنُ لَا نَعْلَمُ قَالَ أَمَا إِنَّهُمْ إِخْوَانُكُمْ وَمِنْ جِلْدَتِكُمْ وَيَأْخُذُونَ مِنْ اللَّيْلِ كَمَا تَأْخُذُونَ وَلَكِنَّهُمْ أَقْوَامٌ إِذَا خَلَوْا بِمَحَارِمِ اللَّهِ انْتَهَكُوهَا

Dari Tsauban radhiyallahu 'anhu dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bahawa Baginda bersabda:

“Sungguh saya telah mengetahui bahwa ada suatu kaum dari ummatku yang datang pada hari Kiamat dengan membawa kebaikan sebesar gunung Tihamah yang putih, lantas Allah menjadikannya sia-sia”.

Tsauban berkata;

“Wahai Rasulullah, sebutkanlah ciri-ciri mereka kepada kami, dan jelaskanlah tentang mereka kepada kami, supaya kami tidak menjadi seperti mereka sementara kami tidak mengetahuinya”.

Baginda sallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

“ Sesungguhnya mereka adalah saudara-saudara kalian dan dari golongan kalian, mereka shalat malam sebagaimana kalian mengerjakannya, tetapi mereka adalah kaum yang jika menyepi (tidak ada orang lain yang melihatnya) dengan apa-apa yang diharamkan Allah, maka mereka terus (segera) melanggarnya..”

HR Ibnu Majah, 4235 ( Sahih )



Atau mengharapkan agar termasuk di kalangan yang dapat meraih janji kemaafan dari NYA,.... alangkah beruntungnya,


Nabi sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:


كُلُّ أُمَّتِي مُعَافًى إِلَّا الْمُجَاهِرِينَ وَإِنَّ مِنْ الْمُجَاهَرَةِ أَنْ يَعْمَلَ الرَّجُلُ بِاللَّيْلِ عَمَلًا ثُمَّ يُصْبِحَ وَقَدْ سَتَرَهُ اللَّهُ عَلَيْهِ فَيَقُولَ يَا فُلَانُ عَمِلْتُ الْبَارِحَةَ كَذَا وَكَذَا وَقَدْ بَاتَ يَسْتُرُهُ رَبُّهُ وَيُصْبِحُ يَكْشِفُ سِتْرَ اللَّهِ عَنْهُ

“Seluruh umatku mu’aafa (dimaafkan dosanya), kecuali orang yang melakukan dengan terang-terangan. Dan sesungguhnya termasuk melakukan dengan terang-terangan iaitu, seseorang melakukan sesuatu perbuatan (kemaksiatan) pada waktu malam, lalu dia masuk pada waktu pagi, kemudian mengatakan: “Hai, Fulan! Kelmarin malam aku telah melakukan demikian dan demikian”. Dia telah melewati malamnya dengan ditutupi (kemaksiatannya) oleh Rabbnya (Penguasanya yakni Allah), dan dia masuk pada waktu pagi menyingkapkan tirai Allah darinya”.

HR Bukhari,Muslim



عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَـا أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ قَالَ : إِنَّ اللهَ تَـجَاوَزَ لِـيْ عَنْ أُمَّتِيْ الْـخَطَأَ وَالنِّسْيَانَ وَمَا اسْتُكْرِهُوْا عَلَيْهِ. حَسَنٌ رَوَاهُ ابْنُ مَاجَهْ وَالْبَيْهَقِيُّ وَغَيْرُهُمَـا


Dari Ibnu ‘Abbâs radhiyallahu anhuma bahwa Rasûlullâh sallallahu alaihi wa sallam bersabda,

”Sesungguhnya Allâh Azza wa Jalla memaafkan kesalahan (yang tanpa sengaja) dan (kesalahan karena) lupa dari umatku serta kesalahan yang terpaksa dilakukan.”
HR Ibnu Mâjah (no. 2045), al-Baihaqi dalam as-Sunanul Kubra (VII/356-357)



Justeru, tolongilah kami ya Rabb dalam berzikir mengingatiMu, bersyukur atas nikmatMu, dan dalam mengelokkan ibadat kami kepadaMu..

اللَّهُمَّ أعِنَّا عَلَى ذِكْرِكَ، وَشُكْرِكَ، وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ





ABi
JIWA TARBAWI 482




... yang sempit itu ialah sikap hati dalam dada,



وَمَن يُرِدْ أَن يُضِلَّهُ يَجْعَلْ صَدْرَهُ ضَيِّقًا حَرَجًا كَأَنَّمَا يَصَّعَّدُ فِي السَّمَاءِ كَذَٰلِكَ يَجْعَلُ اللَّـهُ الرِّجْسَ عَلَى الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ
﴿الأنعام: ١٢٥﴾

Dan barangsiapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki langit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman.

Al An’am : 125


Sempit dada kita bukan disebabkan beratnya kesusahan hidup yang kita alami tetapi lantaran kurangnya pergantungan kita kepada Allah....

وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ...
﴿الطلاق: ٣﴾

Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allâh, niscaya Allâh akan mencukupi (segla kebutuhan)nya.

At Thalâq :3


keluh kesah kita bukan disebabkan banyaknya masalah di fikiran kita tetapi lantaran kurangnya hati kita mengingati Allah....


الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ اللَّـهِ أَلَا بِذِكْرِ اللَّـهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ ﴿الرعد: ٢٨﴾

(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.

Ar Ra’du : 28




ABi
JIWA TARBAWI 483


Ar Rasul sallahu ‘alaihi wa sallam mengajar, tatkala berada dalam kesulitan dengan berdoa,


‎اللَّهُمَّ رَحْمَتَكَ أَرْجُو، فَلَا تَكِلْنِي إِلَى نَفْسِي طَرْفَةَ عَيْنٍ، وَأَصْلِحْ لِي شَأْنِي كُلَّهُ، لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ

Ya Allah, hanya rahmat-Mu yang aku harapkan, maka janganlah Engkau menyerahkan aku kepada diriku sendiri meski hanya sekejap mata dan perbaikilah seluruh urusanku. Tiada Ilah ( Tuhan ) Yang berhak disembah selain Engkau."

(HR. Abu Dawud no. 5090, Ahmad no. 27898 Ibnu Hibban. Dihassankan oleh Syaikh Syuaib Al-Arnauth dan Al-Albani dalam Shahih al-Jami' no. 3388)


Sesungguhnya memanglah kita tidak punya daya dan upaya untuk mengurus diri sendiri .....




ABi
JIWA TARBAWI 484


Memberi nasihat jangan sampai menyakiti, ...

Berilah nasihat kerana ..

1. Mengharapkan redha Allah Ta’ala

Kerana hanya dengan niat inilah , seseorang itu berhak atas pahala dan ganjaran dari Allah Ta’ala di samping berhak untuk diterima nasihatnya.

Rasulullah sallallaahu alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ وَلِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لدُنْيَا يُصِيبُهَا أَوِ امْرَأَةٍ يَتَزَوَّجُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ

“Sesungguhnya setiap amal itu bergantung kepada niatnya dan sesungguhnya setiap orang itu hanya akan mendapatkan sesuai dengan apa yang diniatkannya. Barangsiapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya maka hijrahnya (dinilai) kepada Allah dan RasulNya, dan barangsiapa yang hijrahnya karena dunia yang hendak diraihnya atau karena wanita yang hendak dinikahinya, maka (hakikat) hijrahnya itu hanyalah kepada apa yang menjadi tujuan hijrahnya.”

(HR. Bukhari dan Muslim)

2. Bukan bertujuan memalukan orang yang dinasihati

Seseorang yang hendak memberikan nasihat harus berusaha untuk tidak memalukan orang yang hendak dinashati. Ini adalah musibah yang sering terjadi pada kebanyakan orang, saat dia memberikan nasihat dengan nada yang kasar. Cara seperti ini boleh memberi kesan buruk atau menjadikan keadaan lebih teruk. Dan nasihat pun tidak mencapai sebagaimana yang diharapkan.

3. Menasihati secara rahsia

Nasihat sering disampaikan dengan terang-terangan ketika hendak menasihati orang ramai seperti ketika menyampaikan ceramah. Namun kadangkala nasihat harus disampaikan secara rahsia kepada seseorang yang memerlukan sentuhan atas kesalahannya. Dan umumnya seseorang hanya dapat menerimanya ketika dia sendirian dan suasana hatinya baik. Itulah masa yang tepat untuk menasihati secara rahsia, dan bukan secara terbuka. Sebaiknya nasihat yang baik jika disampaikan di tempat yang tidak tepat dan dalam suasana hati yang sedang marah maka nasihat tersebut hanya bagaikan asap yang berkepul dan seketika menghilang tanpa bekas.

Al Hafizh Ibnu Rajab rahimahullah ta’ala berkata:

“Apabila para salaf hendak memberikan nasihat kepada seseorang, maka mereka menasihatinya secara rahsia… Barangsiapa yang menashati saudaranya berduaan saja maka itulah nasihat. Dan barangsiapa yang menasihatinya di depan orang banyak maka sebenarnya dia memalukannya.”

(Jami’ Al ‘Ulum wa Al Hikam)

Abu Muhammad Ibnu Hazm Azh Zhahiri rahimahullahu ta’ala berkata,

“Jika kamu hendak memberi nasihat sampaikanlah secara rahsia bukan terang-terangan dan dengan sindiran bukan terang-terangan. Terkecuali jika bahasa sindiran tidak dipahami oleh orang yang kamu nasihati, maka berterus teranglah!”

(Al Akhlaq wa As Siyar)

4. Menasihati dengan lembut, sopan, dan penuh kasih sayang

Seseorang yang hendak memberikan nasehat haruslah bersikap lembut, sensitif, dan beradab di dalam menyampaikan nasihat. Sesungguhnya menerima nasihat itu diumpamakan seperti membuka pintu. Pintu tidak akan terbuka kecuali dibuka dengan kunci yang tepat. Seseorang yang hendak dinasihati adalah seorang pemilik hati yang sedang terkunci dari suatu perkara, jika perkara itu yang diperintahkan Allah maka dia tidak melaksanakannya atau jika perkara itu termasuk larangan Allah maka ia melanggarnya.

Oleh itu, harus ditemukan kunci yang betul untuk membuka hati yang tertutup. Tidak ada kunci yang lebih baik dan lebih tepat kecuali nasihat yang disampaikan dengan lemah lembut, diutarakan dengan beradab, dan dengan ucapan yang penuh dengan kasih sayang.

Nabi sallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ الرِّفْقَ لاَ يَكُونُ فِى شَىْءٍ إِلاَّ زَانَهُ وَلاَ يُنْزَعُ مِنْ شَىْءٍ إِلاَّ شَانَهُ

“Setiap sikap kelembutan yang ada pada sesuatu, pasti akan menghiasinya. Dan tidaklah ia dicabut dari sesuatu, kecuali akan memperburuknya.

(HR. Muslim)
Fir’aun yang seorang yang kejam dan keras di masa Nabi Musa namun Allah tetap memerintahkan Nabi Musa dan Nabi Harun agar menasihatinya dengan lemah lembut.

Allah Ta’ala berfirman,

‎فَقُولا لَهُ قَوْلا لَيِّنًا

“Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya (Fir’aun) dengan kata-kata yang lemah lembut.”

(Thaha: 44)

Nasihat yang diberi secara keras dan kasar hanya akan menyebabkan banyak pintu yang tertutup . Banyak orang yang diberi nasihat, namun tertutup dari pintu hidayah. Banyak kerabat dan karib yang hatinya semakin jauh. Banyak pahala yang terbuang begitu saja. Dan sudah tentu banyak ruang bantuan yang diberikan kepada syaitan untuk merosak hubungan persaudaraan.

5. Tidak memaksa kehendak

Salah satu kewajiban seorang mukmin adalah menasihati saudaranya ketika ia melakukan keburukan. Namun dia tidak berkewajiban untuk memaksanya mengikuti nasihatnya. Seorang pemberi nasihat hanyalah seseorang yang menunjukkan jalan, bukan seseorang yang memerintahkan orang lain untuk mengerjakannya.

Ibnu Hazm Az Zhahiri mengatakan:

“Janganlah kamu memberi nasihat dengan mensyaratkan nasihatmu harus diterima. Jika kamu melanggar batas ini, maka kamu adalah seorang yang zalim…”

(Al Akhlaq wa As Siyar)

6. Mencari waktu yang tepat

Bukan setiap masa, orang yang hendak dinasihati itu bersedia untuk menerima nasihat. Adakalanya jiwanya sedang resah, marah, sedih, atau hal lain yang membuatnya menolak nasihat tersebut.

Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhuma menyebut :

“Sesungguhnya adakalanya hati bersemangat dan mudah menerima, dan adakalanya hati lesu dan mudah menolak. Maka ajaklah hati ketika dia bersemangat dan mudah menerima dan tinggalkanlah ketika dia malas dan mudah menolak.”

(Al Adab Asy Syar’iyyah, Ibnu Muflih)

Jika seseorang ternyata tidak mampu menasihati dengan baik maka dianjurkan untuk diam dan hal itu lebih baik kerana ianya akan lebih menjaga dari perkataan-perkataan yang akan memperburuk keadaan dan dia boleh meminta tolong kawannya agar menasihati orang yang dimaksudkan.


Nabi sallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا، أَوْ لِيَصْمُتْ

“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir hendaklah berkata yang baik atau diam…”

(HR. Bukhari dan Muslim)

Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin dalam Syarhu Al Arba’in An Nawawi memberikan beberapa faedah dari nukilan hadis di atas iaitu wajibnya diam kecuali dalam kebaikan dan anjuran untuk menjaga lisan.

Jangan pernah putus asa untuk memohon pertolongan Allah kerana pada hakikatnya Allahlah Yang Maha Membolakbalikkan hati seseorang. Biar sekeras mana pun hati seseorang namun tidak ada yang mustahil jika Allah berkehendak untuk melembutkan hatinya dan menunjukkan kepada jalan-Nya.

Wallaahu Al Musta’an.




ABi
JIWA TARBAWI 485


Usah diperkecilkan amalan yang kelihatan ‘kecil’...di pandangan manusia ..



ربما تنام وعشرات الدعوات تُرفع لك ، من فقير أعنته أو جائع أطعمته ، أو حزين أسعدته أو مكروب نفست عنه ، فلا تستهن بفعل الخير.

( ابن قيم الجوزية، مفتاح دار السعادة )

"Boleh jadi saat engkau tidur terlelap, pintu pintu langit sedang diketuk oleh puluhan doa kebaikan untukmu, dari seorang fakir yang telah engkau tolong, atau dari orang kelaparan yang telah engkau beri makan, atau dari seorang yang sedih yang telah engkau bahagiakannya, atau dari seorang yang kesusahan denganmu yang telah engkau lapangkan. Maka janganlah engkau sekali kali meremehkan sebuah kebaikan .."

( Ibnu Qayyim Al Jauziyyah, Miftah Dar As Sa’adah )




ABi
JIWA TARBAWI 486


Belajarlah bahasa arab, bahasa Al Quran ....


وَإِنَّهُ لَتَنزِيلُ رَبِّ الْعَالَمِينَ ﴿١٩٢﴾ نَزَلَ بِهِ الرُّوحُ الْأَمِينُ ﴿١٩٣﴾ عَلَىٰ قَلْبِكَ لِتَكُونَ مِنَ الْمُنذِرِينَ ﴿١٩٤﴾ بِلِسَانٍ عَرَبِيٍّ مُّبِينٍ ﴿١٩٥﴾

Dan sesungguhnya Al Quran ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta alam,(192) dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril),(193) ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan,(194) dengan bahasa Arab yang jelas (195)

As Syu’ara : 192-195

وَكَذَٰلِكَ أَنزَلْنَاهُ قُرْآنًا عَرَبِيًّا وَصَرَّفْنَا فِيهِ مِنَ الْوَعِيدِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ أَوْ يُحْدِثُ لَهُمْ ذِكْرًا ﴿طه: ١١٣﴾

Dan demikianlah Kami menurunkan Al Quran dalam bahasa Arab, dan Kami telah menerangkan dengan berulang kali, di dalamnya sebahagian dari ancaman, agar mereka bertakwa atau (agar) Al Quran itu menimbulkan pengajaran bagi mereka.

Thaha : 113


إِنَّا أَنزلْنَاهُ قُرْآنًا عَرَبِيًّا لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ

“Sesungguhnya Kami
menurunkannya berupa Al Quran dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya.”

(Yusuf: 2)


Ibnu Katsir dalam menjelaskan Surah Yusuf ayat kedua menyatakan,

لأن لغة العرب أفصح اللغات وأبينها وأوسعها، وأكثرها تأدية للمعاني التي تقوم بالنفوس

“Kerana bahasa Arab adalah bahasa yang paling fasih, paling jelas, paling luas (kosa katanya), dan paling banyak mengandung makna yang mententramkan jiwa.”


Ibnu Katsir rahimahullah juga menyatakan,

فلهذا أنزلَ أشرف الكتب بأشرف اللغات، على أشرف الرسل، بسفارة أشرف الملائكة، وكان ذلك في أشرف بقاع الأرض، وابتدئ إنزاله في أشرف شهور السنة وهو رمضان، فكمل من كل الوجوه

“Kerana Al-Qur’an adalah kitab yang paling mulia, diturunkan dengan bahasa yang paling mulia, diajarkan pada Rasul yang paling mulia, disampaikan oleh malaikat yang paling mulia, diturunkan di tempat yang paling mulia di muka bumi, diturunkan pula di bulan yang mulia yaitu bulan Ramadhan. Dari berbagai sisi itu, kita boleh menilai bagaimanakah mulianya kitab suci Al-Qur’an.”



ABi
JIWA TARBAWI 487


Para ulamak Salafush Saleh rahimahumullah memandang pentingnya bahasa Arab sebagai alat untuk memahami apa yang difirmankan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan sabda Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam.

‘Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu pernah mengatakan,

‎تعلَّموا العربيةَ؛ فإنَّها من دينِكم

“Pelajarilah bahasa Arab, kerana sesungguhnya bahasa Arab itu termasuk bagian dari agama kamu”

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah menjelaskan,

فإنَّ نفسَ اللغة العربية من الدِّين، ومعرفتها فرضٌ واجب؛ فإن فهم الكتاب والسنة فرض، ولا يفهم إلا بفهمِ اللغة العربية، وما لا يتمُّ الواجب إلا به فهو واجب، ثم منها ما هو واجبٌ على الأعيان، ومنها ما هو واجبٌ على الكفاية

“Bahasa Arab itu termasuk bahagian agama (Islam), dan mengetahuinya hukumnya wajib, kerana sesungguhnya memahami Al-Kitab dan As-Sunnah itu adalah perkara yang wajib, dan tidaklah dapat difahami kecuali dengan memahami bahasa Arab, dan suatu kewajiban tidak boleh terlaksana kecuali dengan sesuatu, maka hukumnya juga jadi wajib.”

Di antara (hukum mempelajari) bahasa Arab itu ada yang fardhu ‘ain, dan ada pula yang fardhu kifayah”

(Iqtidha` Ash-Shirath Al-Mustaqim: 1/527).

As-Suyuthi rahimahullah menegaskan,

ولا شكَّ أنَّ علم اللغة من الدين؛ لأنه من الفروضِ الكفايات، وبه تُعرفُ معاني ألفاظ القرآن والسنة

“Tiada keraguan sedikit pun bahwa ilmu bahasa Arab termasuk bagian dari agama Islam, kerana mempelajarinya termasuk fardhu kifayah, dan dengannya dapat diketahui makna lafaz-lafaz Al-Qur`an dan As-Sunnah”

(Al-Muzhir, hal. 302).

Justeru, jom belajar bahasa arab ...




ABi
JIWA TARBAWI 487



Sukarnya dan deritanya bila dijangkiti penyakit hasad ...


Al-Qurthubi rahimahullah ( dalam kitab tafsirnya ) mengatakan,

والحسد أول ذنب عصي الله به في السماء ، وأول ذنب عصي به في الأرض ، فحسد إبليس آدم ، وحسد قابيل هابيل .

“Hasad (dengki) adalah dosa yang pertama kali dilakukan di langit dan di bumi. Di langit adalah dengkinya Iblis kepada Nabi Adam ‘alaihi salam dan di bumi adalah dengkinya Qabil kepada Habil.”
 
( Tafsir surah Al Falaq )

Hasad atau dengki artinya membenci datangnya nikmat Allah kepada orang lain. Jadi, hasad bukan hanya sekadar mengharapkan hilangnya nikmat Allah dari orang lain. Bahkan, ia membuahkan rasa tidak senang hati seseorang terhadap nikmat yang Allah berikan kepada seorang yang lain, samaada ia mengharap hilangnya nikmat itu atau tetap ada, tetapi ia membenci keadaan itu.


Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullahu beliau berkata,

الحسد كراهة ما أنعم الله به على الغير .

“Hasad adalah kebencian seseorang terhadap nikmat yang diberikan Allah kepada orang lain.”

(Kitaabul ‘Ilmi, halaman 71)
 
Kebanyakan manusia tidak selamat dari hasad. Hampir seluruh manusia pernah dijangkiti hasad.

Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata,

الحسد مرض من أمراض النفس ، وهو مرض غالب ،فلا يخلص منه إلا قليل من الناس ولهذا قيل : ما خــلا جسد من حسد ،لكن اللئيم يبديه والكريم يخفيه

“Maksudnya iaitu bahwasanya hasad adalah penyakit jiwa, dan ia adalah penyakit yang menguasai, tidak ada yang selamat darinya kecuali hanya segelintir orang. Karenanya dikatakan, “Tidak ada jasad yang selamat dari hasad, akan tetapi orang yang tercela menampakkannya dan orang yang mulia menyembunyikannya.”

(Majmuu’ Al Fatawaa 10/125-126)



وَقد قيل لِلْحسنِ الْبَصْرِيِّ: أيحسد الْمُؤمن فَقَالَ مَا أنساك إخوة يُوسُف لا أَبَا لَك وَلَكِنْ عَمِّه فِي صدرك فَإِنَّهُ لَا يَضرُّك مَا لم تَعْدُ بِهِ يدًا وَلِسَانًا، فَمن وجد فِي نَفسه حسدا لغيره فَعَلَيهِ أَن يسْتَعْمل مَعَه التَّقْوَى وَالصَّبْر فَيكْرَهَ ذَلِك من نَفسه، 

Pernah ditanyakan kepada Al Hasan Al Bashri : “Apakah seorang mukmin itu ada hasad (dengki)?” Beliau pun menjawab : “Tidakkah engkau ingat bagaimana kisah saudara saudaranya Yusuf?, Tidak akan dapat dihindari (oleh seorang mukmin sekalipun)?. Namun sembunyikanlah hasad itu dalam dadamu. Selama hasad itu tidak dilampiaskan , (dengan tangan dan lidah) maka penyakit itu tidak akan membahayakanmu. Barangsiapa yang mendapati pada dirinya penyakit hasad terhadap orang lain, maka hadapilah dengan taqwa dan kesabaran. Hendaklah ia membenci sifat hasad tersebut pada dirinya.

( Amrodhul qalb wa syifauha, Ibnu Taimiyah )

Penyakit ini sering berlaku di antara sesama teman dan sahabat, seperjuangan, atau yang sama darjat. Tidak hairan ahli agama hasad terhadap ahli agama, peniaga hasad kepada peniaga, pendakwah hasad kepada pendakwah yang lain. Jarang dijumpai hasad berlaku kepada orang yang berbeza kedudukan dan darjatnya, seperti orang jahil hasad kepada tok guru atau peniaga hasad kepada ustaz, meskipun tidak menafikan kemungkinan terjadinya.


Ibnu Rajab Al Hanbali berkata,

الحسد مركوز في طباع البشر، وهو أن الإنسان يكره أن يفوقه أحد من جنسه في شيء من الفضائل،

“Hasad tertanam dalam tabi’at manusia, iaitu manusia akan membenci jika ada seorangpun -yang sejenis( sedarjat) dengannya (sesama manusia)- yang mengunggulinya dalam suatu keutamaan.”

(Jaami’ul ‘Uluum wal Hikam, hlm. 217)

Allah ta’ala berfirman ,

وَلَا تَتَمَنَّوْا مَا فَضَّلَ اللَّـهُ بِهِ بَعْضَكُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ ۚ لِّلرِّجَالِ نَصِيبٌ مِّمَّا اكْتَسَبُوا ۖ وَلِلنِّسَاءِ نَصِيبٌ مِّمَّا اكْتَسَبْنَ ۚ وَاسْأَلُوا اللَّـهَ مِن فَضْلِهِ ۗ إِنَّ اللَّـهَ كَانَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا ﴿٣٢﴾

“Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (Karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(An-Nisa: 32)
 


Orang yang hasad selalu dalam Al Hamm ( الهم ) iaitu kesusahan atau resah memikirkan sesuatu yang belum terjadi, dan Al Hazn ( الحزن ) iaitu kesusahan memikirkan sesuatu yang sudah terjadi. Maka orang yang hasad akan dijangkiti penyakit tidak bahagia dalam hatinya. Padahal kebahagiaan lah yang dicari oleh setiap orang. Dia memikirkan masa depan orang lain, memikirkan nikmat Allah yang diberikan kepada orang lain. Dan hatinya sakit dengan bencana yang ternyata tidak berlaku kepada orang lain. Dan kebahagiaan tidak akan datang padanya hingga penyakit hasad tersebut hilang dari dirinya.
 

Namun ada juga hasad yang harus dan dianjurkan.

Imam An Nawawi rahimahullah mengatakan di dalam kitabnya Syarh Muslim (464/2), para ulama mengatakan:

“ Hasad terbahagi kepada dua, iaitu hasad haqiqi dan majazi. Hasad haqiqi iaitu mengangankan hilangnya nikmat dari yang punya nikmat, dan ini haram berdasarkan kesepakatan para ulama dengan nas-nas yang sahih. Adapun Hasad majazi (ini disebut juga ghibthah, غبطة ) iaitu berangan mendapatkan nikmat semisal yang didapatkan orang lain tanpa hilangnya nikmat itu darinya. Jika dalam perkara dunia, maka boleh. Jika berkenaan dengan ketaatan maka dianjurkan.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasalam bersabda,

لاَحَسَدَ إِلاَّ فِى اثْنَتَيْنِ رَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ مَالاً فَسَلَّطَهُ عّلّى هَلَكَتِهِ فِى الْحَقِّ وَرَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ حِكْمَةً فَهُوَ يَقْضِى بِهَا وَيُعَلِّمُهَا

Tidak ada hasad kecuali kepada dua orang,yang pertama; kepada seseorang yang telah diberi harta kekayaan oleh Allah dan ia habiskan dijalan yang benar, yang kedua; kepada seseorang yang telah diberi hikmah (ilmu) oleh Allah dan ia memutuskan perkara dengannya serta mengajarkannya.

[HR.Muttafaq alaih]


Ibnu Sirin rahimahullah berkata:

ما حسدت أحدًا على شيء من أمر الدنيا؛ لأنَّه إن كان من أهل الجنة، فكيف أحسده على الدنيا، وهي حقيرة في الجنة؟! وإن كان من أهل النار، فكيف أحسده على أمر الدنيا، وهو يصير إلى النار؟

(نُقل من إحياء علوم الدين للغزلي )

“Aku tidak pernah hasad kepada seorang pun dalam masalah dunia, karena jika dia termasuk ahli surga, maka bagaimana aku hasad kepadanya dalam masalah dunia, padahal dia akan masuk syurga? Dan jika dia termasuk ahli neraka, maka bagaimana aku hasad kepadanya dalam hal dunia, sedangkan dia akan masuk neraka?.”


Justeru, imbaslah hatimu wahai saudara ku ... jangan sampai dijangkiti



ABi
JIWA TARBAWI 488




Wahai saudaraku,

Sebenarnya, Ilmu yang wajib dipelajari lebih banyak dari usia dan masa yang ada pada kita ...

Rasulullah sallallahu’alaihi wasallam telah bersabda:

أَعْمَارُ أُمَّتِـي مَا بَيْنَ السِّتِّيْنَ إِلَى السَّبْعِيْنَ وَأَقَلُّهُمْ مَنْ يَجُوزُ ذَلِكَ

“Umur-umur umatku antara 60 hingga 70 tahun, dan sedikit orang yang boleh melampui umur tersebut”

(HR. Ibnu Majah: 4236)

قُل لَّوْ كَانَ الْبَحْرُ مِدَادًا لِّكَلِمَاتِ رَبِّي لَنَفِدَ الْبَحْرُ قَبْلَ أَن تَنفَدَ كَلِمَاتُ رَبِّي وَلَوْ جِئْنَا بِمِثْلِهِ مَدَدًا ﴿الكهف: ١٠٩﴾

“Katakanlah: Sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula)".

Al Kahfi : 109


Kejahilan yang ada pada kita lebih gelap dari malam yang kita lalui setiap hari ...walaupun kita banyak mengetahui tentang hal-hal duniawi, namun hingga tidak nampak jalan pertemuan dengan Allah di akhirat.


يَعْلَمُونَ ظَاهِرًا مِنَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ عَنِ الْآَخِرَةِ هُمْ غَافِلُونَ ﴿٧﴾ أَوَلَمْ يَتَفَكَّرُوا فِي أَنفُسِهِم ۗ مَّا خَلَقَ اللَّـهُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا إِلَّا بِالْحَقِّ وَأَجَلٍ مُّسَمًّى ۗ وَإِنَّ كَثِيرًا مِّنَ النَّاسِ بِلِقَاءِ رَبِّهِمْ لَكَافِرُونَ ﴿٨﴾﴿الروم: ٧-٨﴾


“Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia, sedangkan mereka lalai tentang (kehidupan) akhirat(7) Dan mengapa mereka tidak memikirkan tentang (kejadian) diri mereka? Allah tidak menjadikan langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya melainkan dengan (tujuan) yang benar dan waktu yang ditentukan. Dan sesungguhnya kebanyakan di antara manusia benar-benar ingkar akan pertemuan dengan Tuhannya.(8)

(Ar-Ruum : 7-8)


Dosa yang kita pikul terlalu berat dibanding dengan amalan pahala yang kita buat setiap hari ...namun usahlah kecewa dan putus asa dari memohon keampunan dariNya, kerana RahmatNya Maha Luas ...


لَوْلَا أَنَّكُمْ تُذْنِبُونَ لَخَلَقَ اللهُ خَلْقًا يُذْنِبُونَ يَغْفِرُ لَهُمْ

“Seandainya kamu sekalian tidak mempunyai dosa sedikit pun, niscaya Allah akan menciptakan suatu kaum yang melakukan dosa untuk diberikan ampunan kepada mereka.”

HR. Muslim


Amal dan kerja yang harus dilakukan terlalu banyak berbanding dengan kesempatan masa yang kita ada ...

Telitilah wasiat ini,

الوصايا العشر للإمام الشهيد حسن البنا
اقرأ. وتدبر. وأعمل.

10 wasiat Imam Hassan al-Banna
Baca - Hayati - Amalkan


قم إلى الصلاة متى سمعت النداء مهما كانت الظروف

1. Dirikanlah solat apabila saudara mendengar azan walau dalam apa jua keadaan sekalipun.


اتل القرآن أو طالع أو استمع أو اذكر الله ولا تصرف جزءاً من وقتك في غير فائدة

2. Bacalah Al Quran atau bacalah buku-buku atau dengarlah ilmu atau berzikirlah kepada Allah dan janganlah menghabiskan masamu walau sedikit pun dalam perkara yang tidak berfaedah.


اجتهد أن تتكلم العربية الفصحى فإن ذلك من شعائر الإسلام

 3. Berusaha dan bersungguh-sunggulah saudara untuk bertutur Bahasa Arab yang formal (fusha) kerana sesungguhnya itu adalah antara syi'ar-syi'ar Islam.

 لا تكثر الجدل في أي شأن من الشئون أيا كانت فإن المراء لا يأتي بخير

4. Janganlah banyak bertengkar (berdebat ) dalam apa-apa perkara sekalipun kerana pertengkaran tidak memberi sebarang kebaikan.

لا تكثر الضحك فإن القلب الموصول بالله ساكن وقور

5. Janganlah banyak ketawa
kerana hati yang sentiasa berhubung dengan Allah itu sentiasa tenang dan serius.


لا تمزح فإن الأمة المجاهدة لا تعرف إلا الجد 

6. Janganlah bergurau kerana ummat yang berjuang itu tidak mengerti melainkan bersungguh-sungguh (dalam semua perkara).

لا ترفع صوتك أكثر مما يحتاج إليه السامع فإنه رعونة وإيذاء

7. Janganlah saudara meninggikan suara lebih daripada kadar keperluan para pendengar kerana yang demikian itu merupakan suatu perbuatan yang sia-sia dan menyakitkan hati orang.

تجنب غيبة الأشخاص وتجريح الهيئات ولا تتكلم إلا بخير

8.
2024/10/01 13:23:47
Back to Top
HTML Embed Code: